ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Rabu, Juni 09, 2010

Pendahuluan
      Atresia ani termasuk dalam beberapa bentuk dari malformasi anorektal. Malformasi ini merupakan hal yang biasa terjadi sebagai malformasi kongenital yang disebabkan oleh perkembangan yang tidak normal. Insidensi minor abnormalitas terjadi sekitar 1:500 per kelahiran hidup dan insidensi mayor anomali sekitar 1:5000 kelahiran hidup.
    Imperforate anus (atresia ani) meliputi beberapa gabungan malformasi rektum termasuk malformasi traktus urinarius, esophagus dan duodenum (biasanya jarang) yang tanpa adanya gejala yang jelas dan beberapa memiliki fistula dari rectum distal ke perineum atau sistem genitourinari.
Ekstropi kloaka merupakan bentuk yang jarang dari malformasi sistem genitourinari, sistem genitalia dan usus, yang mengalir langsung ke saluran yang berhubungan dengan perineum.
Malformasi anorectal mungkin saja terjadi secara terpisah dan bisa juga sebagai bagian dari Vacterl syndrom (Vertebral, Anorectal, Cardiovaskuler, Thracheoesophageal, Renal, dan Limb Abnormalities).

Definisi
Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus.

Klasifikasi
  •  Anomali bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat spingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal, dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinari.
  • Anomali intermediate
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan spingter eksternal berada pada posisi yang normal.
  • Anomali tinggi
Ujung rektum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau rektovaginalis (wanita).


Patofisiologi
    Selama perkembangan embrio, kloaka menjadi jalur utama untuk perkembangan sistem urinari, genital, dan rektal. Pada usia kehamilan 6 minggu (ada juga sumber yang menyebutkan 7 minggu), kloaka terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sinus urogenital anterior dan rektal dengan urorektal septum. Setelah lateral folds bergabung dengan septum urorektal, pemisahan urinari dari segmen rektal terjadi, yaitu membran urogenital ke arah ventral dan membran anal ke arah dorsal. Berhentinya perkembangan ini akan mengakibatkan perpindahan rektum pada posisi normal perineal menjadi terhambat. Selama usia kehamilan ini, bagian urogenital pada kloaka sudah membuka ke arah eksternal, tetapi membran anal tidak akan ruptur sampai proses ini selesai. Anus berkembang dengan invaginasi eksternal yang dikenal sebagai proctodeum yang masuk ke dalam rektum tetapi terhalang oleh membran anal. Membran ini akan ruptur sampai usia kehamilan 8 minggu.
     Rectal atresia terjadi pada saat proctodeum (saluran anal) berkembang dengan normal tetapi gagal untuk berkomunikasi dengan rektum, rektum mungkin terpisah dari jarak yang substansial atau hanya ada diaprahma mukosa. Biasanya tidak ada fistula. Pada kelainan retrokloakal, uretra membuka ke arah anterior menuju saluran vaginal, dan rektum membuka ke arah posterior menuju saluran yang sama. Hanya yang satu orifisium yang tampak, uretra maupun rektum tak terlihat.
Cloakal Exstrophy adalah gabungan antara ekstrofi bladder, anus imperforata, kelainan perkembangan atau tidak adanya colon dan malformasi genitalia eksternal. Supralevator anomali tinggi sebagian besar terjadi pada anak laki-laki dan biasanya terbentuk fistula diantara rektum dengan akhiran usus proksimal dan prostat urethra. Bila supralevator terjadi pada anak perempuan, biasanya terdapat fistula yang menghubungkan antara rektum dengan posterior vaginal fernix. Pada translevator anomali rendah, usus telah diubah menjadi levator otot anus, internal dan aksternal sphingter ada dan berkembang dengan baik dan fungsinya normal. Pada anak laki-laki terdapat kulit atau membran yang menutup anus (biasa disebut “covered anus”).
Tanda atresia ani antara lain: bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam dan sejak lahir tidak ada defekasi mekonium, distensi abdomen.

Pemeriksaan
     Pemeriksaan fisik: Anus tampak merah, Usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengan hiperperistaltik. Ketiadaan secara komplit ciri-ciri anal, perineum yang rata dan ketiadaan spingter eksternal ketika stimulasi generalmengindikasikan intermediate atau lesi tinggi.
Pemeriksaan endoskopi dan digital: mengidentifikasi konstriksi atau sembunyinya kantong perut dari atresia rectal. Stenosis mungkin muncul tak jelas sampai usia 1 tahun atau lebih pada anak yang mempunyai riwayat defekasi sulit, distensi abdominal, dan ribbon likestool (feses berbentuk pita).
Pemeriksaan radiologis, ditemukan:
  • Udara dalam usus terhenti tiba-tiba yang menadakan terdapat obstruksi di daerah tersebut.
  •  Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir. Dari gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia rekti atau anus imperforatus. Pada bayi dengan anus imperforatus, gambaran udara terhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon, atau rektum.
  • Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral, bayi diangkat dengan kepala di bawah dan kaki diatas (Wangensteen dan Rice). Pada anus diletakkan benda yang radioopak sehingga pada foto daerah antara benda radioopak dengan bayangan udara yang tertinggi dapat di ukur.

Penanganan
  •  Pada stenosis anal dapat dikoreksi dengan dilatasi manual. Prosedur ini dilakukan oleh perawat selama di RS, dan setelah pulang dilakukan oleh orang tua pasien setelah dilatih oleh perawat.
  •  Imperforata anal dimana usus masih mempunyai hubungan yang tepat dengan levator ani, anus dapat dikoreksi dengan memotong/menghilangkan mukokutaneosis.
  • Pada intermediate anorektal malformasi, rekonstruksi dilakukan sesuai dengan tempat kelainan. Hal utama yang harus diperhatikan adalah tempat berakhirnya rektum dan hubungannya dengan area puborektal yang menyandang otot levator ani. Penanganan dimulai dari kolostomi kemudian dilanjutkan dengan pembedahan/pembuatan lubang anus pada umur 3-6 bulan, bahkan 1 tahun pada saat anak mulai belajar toilet training.
  • Pembuatan lubang anus harus pada area eksternal sphingter dan penempatan usus pada puborektal harus sesuai dengan anomali tubuh. Adanya fistula juga harus diperhatikan sebelum dilakukan operasi rekonstruksi untuk mencegah adanya kentaminasi fekal pada saluran genitourinari.
  •  Setelah post operatif, hal utama yang harus diperhatikan adalah masalah konstipasi yang disebabkan oleh defisit neurologi akan kontrol defekasi. Berkurangnya sensasi defekasi pada rektum akan menyebabkan fekal image dan paradoxal diare. Masalah ini dapat dibatasi dengan melatih anak untuk defekasi secara teratur dalam kesehariannya. Enema juga kadang-kadang diperlukan untuk membersihkan kolon.
KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
PADA ATRESIA ANI:

1. Inkontinensia bowel b.d. abnormalitas spingter rektal (atresia ani)
2. Risiko kerusakan integritas kulit b.d pengeluaran sekret feses.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan makanan, mencerna makanan.
4. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, operasi kolostomi.
5. Kurang pengetahuan tentang kolostomi dan perawatannya b. d. kurangnya paparan informasi, misinterpretasi informasi, dan ketidakfamiliaran terhadap sumber informasi.

Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM


A.    DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

B.     ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan paa bayi terdiri dari :
1.      Faktor ibu
a.      Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b.      Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkutangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dsb.
2.      Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta dsb.
3.      Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan talipusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.
4.      Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb.

C.     TANDA DAN GEJALA
1.      Hipoksia
2.      RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
3.      Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
4.      Bradikardia
5.      tonus otot berkurang
6.      Warna kulit sianotik/pucat

D.    PATOFISIOLOGI
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas  (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport  O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).   

E.     KLASIFIKASI
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
1.      “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2.      “Mild Moderate asphyksia” /asphyksia sedang
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3.      Asphyksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

F.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Analisa Gas darah
2.      Elektrolit  darah
3.      Gula darah
4.      Baby gram (RO dada)
5.      USG (kepala)

G.    MANAJEMEN TERAPI
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1.  Memastika saluran nafas terbuka :
Ø  Meletakan bayi dalam posisi yang benar
Ø  Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea
Ø  Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2.  Memulai pernapasan :
Ø  Lakukan rangsangan taktil
Ø  Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3.  Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1.      Tindakan umum
a.      Pengawasan suhu
b.      Pembersihan jalan nafas
c.       Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2.      Tindakan khusus
a.      Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini  diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b.      Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

H.    DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1.      Bersihan nafas tidak efektif
2.      Pola nafas bayi tidak efektif  b.d kelemahan otot pernapasan
3.      Risiko infeksi b.d prosedur infasif
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  b.d kelemahan
5.      PK : Asidosis
6.      Hipotermia b.d pajanan lingkungan yang dingin, bayi baru lahir




Daftar Pustaka

Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta.
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 1999, Standar Pelayanan Medis RSUP. Dr. Sardjito, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, Indonesia.
Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, Indonesia
McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby, St. Louis.
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia.
Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta

Read more...

tokoh keperawatan berkata:

Menurut Martha. E. Rogers, untuk mengadakan suatu perubahan perlu ada beberapa langkah yang ditempuh sehingga harapan dan tujuan akhir dari perubahan dapat dicapai . Langkah-langkah tersebut antara lain :
Tahap Awereness,
Tahap ini merupakan tahap awal yang mempunyai arti bahwa dalam mengadakan perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah apabila tidak ada kesadaran untuk berubah, maka tidak mungkin tercipta suatu perubahan
Tahap Interest
Tahap yang kedua dalam mengadakan perubahan harus timbul perasaan minat terhadap perubahan dan selalu memperhatikan terhadap sesuatu yang baru dari perubahan yang dikenalkan. Timbulnya minat akan mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah
Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak terjadi hambatan yang akan ditemukan selama mengadakan perubahan. Evaluasi ini dapat memudahkan tujuan dan langkah dalam melakukan perubahan
Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap sesuatu yang baru atau hasil perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai dengan kondisi atau situasi yang ada, dan memudahkan untuk diterima oleh lingkungan
Tahap Adoption
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap sesuatu yang baru setelah dilakukan uji coba dan merasakan adanya manfaat dari sesuatu yang baru sehingga selalu mempertahankan hasil perubahan.

banner_ku

Image and video hosting by TinyPic

Tukar Banner

Tukeran link



Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali

Image and video hosting by TinyPic

banner blog-blog lainnya

Image and video hosting by TinyPic http://bengawan.org/

among us

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP