Tampilkan postingan dengan label KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Tampilkan semua postingan

POLIP HIDUNG

Minggu, Mei 16, 2010

Pengertian :
Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam rongga hidung.

Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat hipersensitifitas atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi terhadap kejadian polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi tidak ada keraguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal serinkali ditemuakan bersamaan dengan adanya polip.
Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang terjadai pada anak-anak . Polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis (mucoviscidosis)

Patofisiologi
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat.
Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hiung paling sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana.
Secara makroskopik polip tershat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.

Reaksi Alergi/Hipersensitivitas
I
I
Edema mukosa nasal
(Pembengkakan mukosa hidung)
I
I
Persisten
I
I
Polip Hidung
I
I
Ggn. Pola nafas




Gejala Klinik :
- Sumbatan hidung
- Hiposmia / anosmia
- Sinusitis, nyeri kepala, rinorhea
- Alergi; berupa bersin-bersin dan iritasi


Pengobatan :
Polip yang masih kecl dapat diobati dengan kortikosteroid (secara konservatif) baik lokal maupun secara sistemik. Pada polip yang cukup besar dan persisten dilakukan tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polipectomy).
Dalam kejadian polip berulang maka dilakukan etmoidectomy baik intranasal maupun ekstranasal.

Proses Keperawatan

Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
Tanda : Penurunan kekuatan, menunjukkan kelelahan

SIRKULASI
Gejala Lelah, pucat atau tidak ada tanda sama sekali
Tanda Takikardia, disritmia.
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

INTEGRITAS EGO
Gejala Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan .
Tanda Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif

MAKANAN/CAIRAN
Gejala Anoreksia/kehilangan nafsu makan
Adanya penurunan berat badan sebanyak 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda -

NYERI/KENYAMANAN
Gejala Nyeri tekan/nyeri pada daerah hidung
Tanda Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.

PERNAPASAN
Gejala Dispnea
Tanda Dispnea, takikardia
Pernafasan mulut
Tanda distres pernapasan, sianosis.(bila obstruksi total)
Terdapat pembesaran polip


1. Rencana Keperawatan
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memberikan dukungan fisik dan psikologi selama tes diagnostik dan program pengobatan.
2. Mencegah komplikasi
3. Menghilangkan nyeri
4. Memberikan informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan

TUJUAN PEMULANGAN
1. Komplikasi dicegah/menurun
2. Nyeri hilang/terkontrol
3. Proses penyakit/prognosis, kemungkinan komplikasi dan program pengobatan di pahami.

Diagnosa Keperawatan Pola Pernapasan/Bersihkan Jalan Napas, Tak Efektif Resiko Tinggi Terhadap
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi Pasien Akan Mempertahankan Pola Pernapasan Normal/Efektif Bebas Dispnea, Sianosis Atau Tanda Lain Distres Pernapasan

Read more...

LABIOPALATO SCHISIS

A. Pengertian
Labioschizis terdiri dari dua pengertian yaitu:
1. Labioshizis (bibir sumbing) adalah suatu celah yang membentang dari bibir atas kadang- . kadang sampai lubang hidung, bisa uni-lateral atau bi-lateral
2. Palatoschizis (sumbing langit-langit mulut) adalah bagian lateral palatum gagal bertemu satu sama lain sehingga tidak terjadi pernyataan (fusi) digaris tengah, keadaan ini menimbulkan patoschizis dengan demikian rongga mulut berhubungan dengan rongga hidung.
Kelainan seperti tersebut diatas bisa terjadi Labioschizis saja atau Palatischizis saja bahkan bisa kedua-duanya. Cacat in terjadi pada minggu kelima masa gestasi (dalam kandungan).

B. Tanda dan gejala
1. Adanya celah bibir pada tulang rawan cuping hidung
2. Celah langit-langit sehingga bisa menyebabkan terjadinya aspirasi dan tidak tecukupinya pembeian makanan, kesulitan mengeluarkan kata-kata atau suara ekplosif sehingga p,b,t,d,h atau hurud berdesis sepeti s, sh, c
3. Pergerakan kedua cuping hidung pad waktu bicara ketidakmampuan bersiul berkumur-kumur meniup lilin atau meniup sebuah balon
C. Patofisiologi
1. Labioshizis
Orifisio oralis primer dimodifikasi menjadi mulut dengan hidung oleh procesus maxilaris lateralis yang terbentuk dan kemudian tumbuh kearah medial. Palatum dan bibit sebelah atas dibentuk oleh processus maxilaris yang bertemu dengan processus nasalis yang tumbuh kebawah. Kegagalan tulang maxilaris dan naasalis untuk tumbuh bersama dan menyatu menyebabkan menetapnya celah.

2. Palatoschizis
Bagian lateral dari palatum gagal bertemu processus nasalis sehingga tidak terjadi penyatuan digaris tengah. Dengan demikian rongga mulut berhubungan dengan rongga hidung. Derajat palatum yang ringan hanya mengenai palatum mole saja.

Penyebab Labioschizis dikarenakan:
1. Faktor Genetik
2. Obat-obatan (terutama Cortikosteroid)
3. Radiasi
4. Hypoxia In-Uteri
5. Penyakit ibu saat mengandung
6. Pengaruh makanan
7. Perubahan seksual karena faktor keturunan
Palatum (langit-langit) terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Palatum Keras
Tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari arah depan tulang maxilaris dan dua tulang palatum.
2. Palatum lunak
Lipatan lengantung yang dapat bergerak dan tediri atas otot jaringan fibrus dan selaput lendir.

D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila anak mau dilakukan tindakan medis operasi dan untuk mengetahui kelainan bila ada faktor yang mencolok.
2. Pemeriksaan radiologis

E. Manajemen terapi
Terdapat tiga tahap penanganan labiopalato schisis yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu.
Ketika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.
Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah.. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat

1. Prinisip-prinsip umum perbaikan
a. Labioschizis
Labioschizis sebenarnya tidak ada jaringan yang hilang, masalahnya adalah bagaimana membentuk kembali jaringan bibir yang tersedia yang ada tetapi terpisah. Insisi direncanakan untuk membentuk bibir utuh yang terlihat nomal, dan pada saat bersaman memperbaiki deformitas cuping hidung.

b. Palatoschizis
Dalam memperbaiki paltoschizis tidak perlu mendapatkan perstuan tulang, tetapi hanya memindahkan kedua dan mucoperisteum paatum ke garis tengah dan menyatukan. Tujuannya untuk meno belahan tersebut dan untuk memastikan panjang dari patahan mole untuk penutupan velofaringeal yang baik. Jika palatumnakan mencukupi tetapi pada kebanyakan kasus dipelukan suatu operasi pemanjangan palatumnya cukup panjang. Pendekatan kedua belah digaris tengah

2. Prosedur perbaikan tambahan
a. Hidung dan bibir
Mungkin diperukan perbaikan deformitas cupung hidung biasanya cacat pada pendataran cuping hidung pada sisi sumbing, mungkin diinginkan perbaikan kecil pada bagian merah bibir. Pada kasus labiochizis bilateral serta pebaikan hidung karena kulumeta hidung memendek dan ujung hidung tertarik kebawah. Dismping itu bibir atas dan maksia kurang lubang mka rotasi bagian sentral bagian bibir atas menghasilkan kemajuan nyata.
b. Palatum dan faring
Pemendekan palatum karena tidak memadainya penutup angelo faringeal yang merupakan sebab utama dari suara sengau. Pada kasus -kasus ringan cukup dengan prosedur”V-Y”. tetapi pada kebanyakan kasus pelru dilakukan opeasi “Flap aringeal” yaitu peningkatan flap mucos dan oto pada dinding faring posterior dan melekatkanya pada permukaan atas palatum mole yang telah dibedah untuk mempersiapkannya.
Komplikasi yang bisa terjadi :
1. Otitis media berulang
2. Pegeseran lengkung maksila seta mal posisi geligi
3. Kelainan bicara
4. Aspirasi
5. Respiratory distress

BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LABIOPALATOSCHISIS
A. PENGKAJIAN
1. Pra Bedah
Pengkajian keperawatan pada pasien pra bedah, pada klie adalah adanya bibir atas dan palatum terbelah universal atau bilateral, kemudian anak tidak dapat menghisap makanan/putting susu ibu. Orang tua merasa sedih karena kelahiran anaknya yang cacat, orang tua tidak bias merawat anaknya, terjadi kesulitan bicara, deformitas gigi yang mencolok.
2. Intra bedah
Pada pengkajian data intra bedah pada klien adalah klien mengalami resiko gangguan homeostasis karena adanya tindakan anestesi, kesadaran akan menurun dan pada proses pembedahan akan terdapat resiko perdarahan.
3. Pasca Bedah
Pengkajian pada pasien pasca operasi adalah data terdapatnya luka operasi pada bgian bibir bagian atas, tangan selalu bergerak kemulut, anak tidak dapat menghisap, anak mengalami keterbatasan gerak, orang tua menyatakan tidak dapat merawatnya.

Read more...

STRUMA

A. Definisi
Struma merupakan suatu pembesaran kelenjar thyroid.

B. Klasifikasi
Secara umum stroma dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Struma non-toksik : struma tanpa disertai hipertiroidisme.
a. Difusa : endemic goiter, gravida
b. Nodusa : neoplasma
2. Struma toksik : struma yang disertai hipertiroidisme
a. Difusa : Grave, Tirotoksikosis primer.
b. Nodusa : Tirotoksikosis sekunder.
Dapat juga dibagi berdasarkan klasifikasi yang lain yaitu:
3. Berdasarkan banyaknya nodul
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter atau uninodosa. Bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
4. Bertdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif.
Disebbut cold nodule bila tidak ada penangkapan yodium atau kurang daro sekitarnya.
Warm nodule bila penangkapan yodium sama seperti jaringan sekitarnya.
Hot nodule bila penangkapan yodium melebihi jaringan sekitarnya.
5. Berdasarkan konsistensinya
Kurang keras sampai sangat keras.
6. Berdasarkan keganasan ( Benigna/non maligna dan maligna )
Adanya keganasan pada struma nodosa nontoksik nodosa dicurigai ialah srtuma endemik atau sporadik, kita tiroid, tiroiditis, tumor tiroid ( endnoma dan karsinoma tiroid ).

C. Etiologi
1. Defisiensi Iodium, seperti pada endemic goiter, gravida.
2. Autoimun : Tiroiditas, Hashimoto.
3. Defisiensi enzyme kongenital : Dyshormonogenetis Goiter.
4. Idiopatik : Struma riedel de Quervein’s, Grave, Neoplasma.
a. Penyebab struma nodusa non toksik bermacam-macam. Pada setiap orang dapat dijumpai massa dimana pertumbuhan kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama pada masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lain. Pada masa-masa tersebut dapat ditemui hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia.
b. Adapun penyebab struma difusa toksik, walaupun etiologinya tidak diketahui tampaknya terdapat peran antibody terhadap reseptor TSH yang menyebabkan peningkatan produksi tiroid. Penyakit ini ditandai dengan peninggian penyerapan yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.

D. Manifestasi klinik
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala pasien struma adalah :

a. Status Generalis (umum)
1) Tekanan darah meningkat (systole)
2) Nadi meningkat
3) Mata :
- Exophtalamus
- Stellwag sign : jarang berkedip
- Von Graefe sign : palpebra mengikuti bulbus okuli waktu melihat ke bawah.
- Morbius sign : sukar konvergensi
- Jeffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi.
- Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup.
4) Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor
5) Jantung : takikardi.

b. Status Lokalis : Regio Colli Anterior.
1) Inspeksi : benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan.
2) Palpasi :
- permukaan, suhu
- Batas atas----- kartilago tiroid
- Batas bawah --- incisura jugularis
- Batas medial --- garis tengah leher
- Batas lateral --- m.sternokleidomastoid.
3) Struma kistik
- Mengenai 1 lobus
- Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan.
- Kadang multilobularis.
- Fluktuasi (+)
4) Struma Nodusa
- Batas jelas
- Konsistensi : Kenyal sampai keras
- Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarsinoma tiroidea
5) Struma Difusa
- Batas tidak jelas
- Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek.
6) Struma vaskulosa
- Tampak pembuluh darah (biasanya arteri), berdenyut
- Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
- Kelenjar getah bening : Paratracheal Jugular Vein

E. Diagnosa
1. Anamnesa
- Usia dan jenis kelamin
- Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya.
- Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan), nyeri.
- Riwayat radiasi di daerah leher dan kepala.
- Asal/tempat tinggal.
- Riwayat keluarga
- Struma toksik : kurus meski banyak makan, irritable, keringat banyak, nervous, palpitasi, tidak tahan udara panas, hipertoni simpatikus (kulit basah, dingin dan tremor halus).
- Struma non toksik : gemuk, malas dan banyak tidur, ganggun pertumbuhan.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang
a. Scanning tiroid
- Presentasi uptake dan I131 yang didistribusikan tiroid.
- Dari uptake dapat ditentukan fungsi tiroid
- Uptake normal, 15-40% dalam 24 jam.
- Hot area : uptake > normal, jarang pada neoplasma
Misal pada : struma adenomatosa, adenoma toksik, radang neoplasma.
- Cold area : uptake < normal, sering pada neoplasma. Cold area curiga ganas jika :moth eaten appearance, pada pria usia tua/anak-anak. Contoh : kista, hematoma/perdarahan, radang neoplasma. b. Ultrasonografi : untuk membedakan kelainan kistik/solid (neoplasma biasanya solid). c. Radiologik Foto leher, foto soft-tissue, foto thorak, bone scanning. d. Fungsi tiroid - BMR : (0,75 x N) + (0,74 + IN) – 72% - PB I mendekati kadar hormone tiroid, normal 4-8 mg% - Serum kolesterol meningkat pada hipertiroid (N: 150-300 mg%). - Free tiroksin index : T3/T4 - Hitung kadar FT4¬, TSH, Tiroglobulin, dan Calsitonin bila perlu. e. Potong beku f. Needle biopsy - Large Needle Cutting Biopsy : jarum besar, sering perdarahan. - Fine Needle Aspiration Biopsy : jarum no 22. g. Termografi Yaitu suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai dynamic telethermografi. Pemeriksaan khusus pada curiga keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila < 0,9°C. Pada penelitian Alves dkk didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. h. Petanda tumor Yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 mg/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml. F. Penatalaksanaan Medis Modalitas terapi : 1. Radiasi. 2. Kemoterapi. a) Konservatif dengan Indikasi: - Toleransi operasi tidak baik - Struma yang residif - Pasien usia lanjut. b) Struma non-toksik : Iodium, ekstrak tiroid 30-20 mg/dl c) Struma toksik : Bed rest, lugol 5-10 mg 3xsehari selama 14 hari, PTU 100-200 mg 3xsehari, periksa leukosit. 3. Operatif a) Indikasi : - Curiga/pasti ganas - Timbul tanda-tanda desakan trachea/esophagus. - Struma toksik - Struma besar (kosmetik) - Struma retrosternal - Preventif b) Strumektomi Dilakukan pada stroma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanis. Strumektomi juga diindikasikan terhadap kista tiroid yang tidak mengecil setelah dilakukan biopsy aspirasi jarum halus. Juga pada nodul panas dengan diameter > 2,5 mm karena dikhawatirkan mudah timbul hiperoidisme.
c) Terapi lain :
- L- tiroksin selama 4-5 bulan
Diberikan apabila nodul hangat lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulang. Bila nodul mengecil maka terapi diteruskan namun apabila tidak mengecil dilakukan biopsy aspirasi/operasi.
- Biopsi aspirasi jarum halus
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul <10 cm

G. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Cemas b.d prosedur pengobatan.
2. Nyeri (akut) b.d kerusakan jaringan (prosedur operatif)
3. Resiko infeksi
4. Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik
5. Kurang pengetahuan b.d tidak mengenal sumber-sumber informasi.

Read more...

WSD ( Water Seal Drainage )

Pengertian :
Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan ( darah, pus ) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

Indikasi dan tujuan pemasangan WSD
1. Indikasi :
* Pneumotoraks, hemotoraks, empyema
* Bedah paru :
- karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
- reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC
- lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC
2. Tujuan pemasangan WSD
* Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
* Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
* Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks
* Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.

Prinsip kerja WSD
1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761 mmHg )
3. Suction

Jenis WSD
1. Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :
- Penyusunannya sederhana
- Mudah untuk pasien yang berjalan
Kerugiannya adalah :
- Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan
- Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
- Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase
2. Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
- Mempertahankan water seal pada tingkat konstan
- Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik

Kerugian :
- Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke dalam area pleura.
- Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.
- Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.

3. Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
- sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.
Kerugian :
- Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
- Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi

4. Unit drainage sekali pakai
* Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
- Plastik dan tidak mudah pecah
Kerugian :
- Mahal
- Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.
* Fluther valve
Keuntungan :
- Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
- Kurang satu ruang untuk mengisi
- Tidak ada masalah dengan penguapan air
- Penurunan kadar kebisingan
Kerugian :
- Mahal
- Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.
* Calibrated spring mechanism
Keuntungan :
- Idem
- Mampu mengatasi volume yang besar
Kerugian
- Mahal

Tempat pemasangan WSD
1. Bagian apeks paru ( apikal )
2. Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal
3. Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).


Persiapan pemasangan WSD
* Perawatan pra bedah
1. Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.
2. Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi, oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi tekanan.
3. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau mengemukakan keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil pembedahan.
4. Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.
5. Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang diharapkan pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan.

* Persiapan alat
1. Sistem drainase tertutup
2. Motor suction
3. Selang penghubung steril
4. Cairan steril : NaCl, Aquades
5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter
6. Kassa steril
7. Pisau jaringan
8. Trocart
9. Benang catgut dan jarumnya
10. Sarung tangan
11. Duk bolong
12. Spuit 10 cc dan 50 cc
13. Obat anestesi : lidocain, xylocain
14. Masker

* Perawatan pasca bedah
Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :
1. Perhatikan undulasi pada selang WSD
2. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1 jam pertama
3. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
4. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan sampai selang terlipat
5. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
7. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah cairan yang dibuang
8. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
9. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis, empisema.
10. Anjurkan pasiuen untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk yang efektif
11. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1. Motor suction tidak jalan
2. Selang tersumbat atau terlipat
3. Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.


Cara mengganti botol WSD
1. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah desinfektan.
2. Selang WSD diklem dulu
3. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
4. Amati undulasi dalam selang WSD.

Indikasi pengangkatan WSD
1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
- Tidak ada undulasi
- Tidak ada cairan yang keluar
- Tidak ada gelembung udara yang keluar
- Tidak ada kesulitan bernafas
- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN WSD

1. Pengkajian
a. Sirkulasi
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
- Hipertensi / hipotensi
b. Nyeri
Subyektif :
- Nyeri dada sebelah
- Serangan sering tiba-tiba
- Nyeri bertambah saat bernafas dalam
- Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut
Obyektif
- Wajah meringis
- Perubahan tingkah laku
c. Respirasi
Subyektif :
- Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
- Kesulitan bernafas
- Batuk
Obyektif :
- Takipnoe
- Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.
- Fremitus fokal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
d. Rasa aman
- Riwayat fraktur / trauma dada
- Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi
e. Pengetahuan
- Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.
- Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Dx.1. Tidak efektifnya pola nafas sehubungan dengan :
- Penurunan ekspansi paru
- Penumpukan sekret / mukus
- Kecemasan
- Proses peradangan
Ditandai dengan :
- Dyspnoe, takipnoe
- Nafas dalam
- Menggunakan otot tambahan
- Sianosis, arteri blood gas abnormal ( ABGs )
Kriteria evaluasi
- Pernafasan normal / pola nafas efektif dengan tidak adanya sianosis, gejala hipoksia dan pemeriksaan ABGs normal.

Intervensi keperawatan dan rasionalisasi
Independen
a. Identifikasi faktor presipitasi, misal :
- Kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi dari mekanik pernafasan
Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada ( hemo/pneumotoraks ) dan menentukan untk terapi lainnya.
b. Evaluasi fungsi respirasi, catat naik turunnya/pergerakan dada, dispnoe, kaji kebutuhan O2, terjadinya sianosis dan perubahan vital signs.
Tanda-tanda kegagalan nafas dan perubahan vital signs merupakan indikasi terjadinya syok karena hipoksia, stress dan nyeri.
c. Auskultasi bunyi pernafasan
- Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru-paru
- Pada daerah atelektasis suara pernafasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernafasan tidak terdengar dengan jelas.
- Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
d. Catat pergerakan dada dan posisi trakea
Pergerakan dada yang terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi tidak sama dan posisi trakea akan bergeser akibat adanya tekanan peumotoraks.
e. Kaji fremitus
Suara dan fibrasi fremitus dapat membedakan antara daerah yang terisi cairan dan adanya pemadatan jaringan
f. Bantu pasien dengan menekan pada daerah yang nyeri sewaktu batuk dan nafas dalam
Dengan penekanan akan membantu otot dada dan perut sehingga dapat batuk efektif dan mengurangi trauma
g. Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala lebih tinggi dari kaki
- Miringkan dengan arah yang sesuai dengan posisi cairan / udara yang ada di dalam rongga pleura
- Bantu untuk mobilisasi sesuai dengan kemampuannya secara bertahap dan beri penguatan setiap kali pasien mampu melaksanakannya.
Mendukung untuk inspirasi maksimal, memperluas ekspirasi paru-paru dan ventilasi.
h. Bantu pasien untuk mengatasi kecemasan /ketakutan dengan mempertahankan sikap tenang, membantu pasien untk mengontrol dengan nafas dalam.
Kecemasan disebabkan karena adanya kesulitan dalam pernafasan dan efek psikologi dari hipoksia.

Bila WSD terpasang
* Cek ruang kontrol suction untuk jumlah cairan yang keluar dengan tepat ( untuk batas air dinding regulator terpasang dengan benar ).
Mempertahankan tekanan negatif intra pleural dengan mempertahankan ekspansi paru secara optimal atau dari drainage cairan.
* Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan pada batas yang telah ditetapkan.
Cairan dalam botol WSD untuk mencegah terjadi tekanan udara dalam rongga pleura pada waktu suction tidak digunakan dan sebagai alat untuk evaluasi apakah sistem drainage berfungsi atau tidak.
* Observasi gelembung udara pada botol WSD
- Gelembung udara merupakan udara yang keluar akibat adanya reflek ekspansi pada pneumotoraks. Gelmbung udara biasanya terjadi sebagai akibat dari penurunan pengembangan paru atau terjadi selama ekspansi atau batuk pada fungsi rongga pleura menurun.
- Tidak ditemukannya gelembung udara berarti ekspansi paru normal atau terjadi hambatan seperti obstruksi pada selang.
* Evaluasi gelembung udara yang terjadi.
Dengan suction yang terpasang dapat mengidikasikan adanya kebocoran udarayang menetap mungkin dari pneumotoraks yang luas, luka insersi dari selang atau dari sistem WSD.
* Tentukan lokasi kebocoran pada pasien atau WSD ( dengan memasang klem pada selang kateter toraks distal ) dengan sedikit ditarik keluar.
Apakah bubbling terhenti ketika kateter di klem, maka kebocoran terjadi pada klien.
* Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
Rongga WSD menunjukkan adanya tekanan intra pleura dimana terjadi perbedaan tekanan pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Perbedaan tersebut normal 2 – 6 cm.
* Monitor untuk undulasi abnormal dan catat apabila ada perubahan yang menetap atau sementara.
Peningkatan fluktuasi tidak terjadi pada saat batuk. Bila terjadi obstruksi menunjukkan adanya pneumotoraks yang luas sehingga peningkatan tersebut akan berlangsung secara terus menerus.
* Atur posisi sistem drainage agar berfungsi seoptimal mungkin, misalnya sisakan panjang selang pada tempat tidur, yakinkan bahwa selang itu tidak kaku dan menggantung di atas WSD, keluarkan akumulasi cairan bila perlu.
Bila posisi tidak baik, menekuk atau adanya akumulasi cairan akan mengakibatkan tekanan berkurang pada wSD dan mengurangi pengeluaran udara dan cairan berkurang.
* Evaluasi apakah perlu tube tersebut dilakukan pengurutan
Menarik / menekan diperlukan untuk mengeluarkan gumpalan darah / eksudat drainage.
* Tekan selang dengan hati-hati pada setiap kali melakukannya, jangan sampai mempengaruhi tekanan yang ada.
Penarikan biasanya dirasakan kurang nyaman oleh pasien sebab akan mempengaruhi tekanan intra toraks yang menyebabkan batuk dan nyeri dada. Penarikan yang salah dapat menimbulkan trauma /injury misalnya; invaginasi jaringan, kolaps jaringan di sekitar kateter atau perdarahan dari dinding kapiler.


Bila WSD tidak terpasang
* Perhatikan adanya tanda-tanda respirasi distress kemudian hubungkan toraks kateter dengan selang suction. Perhatikan tehnik aseptik. Apabila kateter tercabut, tutup luka insersi dengan dressing dengan sedikit tekanan dan segera lapor ke dokter.
Dapat terjadi pneumotoraks

Setelah selang dilepas
* Observasi tanda dan gejala bila kemungkinan terjadi kembali pneumotoraks seperti nafas pendek, mengeluh nyeri. Tutup luka dengan dressing steril, observasi keadaan luka.
Deteksi dini dari adanya komplikasi sangat penting, misalnya pneumotoraks kembali / infeksi.

Kolaborasi
* Lakukan fototoraks ulang
Untuk memonitor terjadinya hemo/pneumotoraks dan pengembangan paru.
* Periksa ulang analisa gas darah, tekana O2 dan tidal volume.
Mengetahui pertukaran gas dan ventilasi untuk menentukan therapi selanjutnya.
* Perhatikan apabila membutuhkan penambahan O2
Merupakan alat bantu pernafasan, mencegah terjadinya respiratory distress syndrom dan sianosis akibat hipoksemia.

Dx 2. Injuri, potensial terjadi trauma / hypoksia sehubungan dengan ; pemasangan alat WSD, kurangnya pengetahuan tentang WSD ( prosedur dan perawatan )
Kriteria evaluasi :
- mengenal tanda-tanda komplikasi
- pencegahan lingkungan / bahaya fisik lingkungan

Intervensi perawatan dan rasionalisasi
Independen
a. Review dengan pasien akan tujuan / fungsi drainege, catat/ perhatikan tujuan yang penting dalam penyelamatan jiwa
Informasi tentang kerja WSD akan mengurangi kecemasan
b. Fiksasi kateter thoraks pada didnding dada dan sisakan panjang kateter agar pasien dapat bergerak atau tidak terganggu pergerakannya.
Mencegah lepasnya kateter dan mengurangi nyeri akibat terpasangnya kateter dada
Perhatikan bahwa sambungan selang kateter dengan WSD aman
Mencegah lepasnya sambungan selang
Lapisi dengan kasa pada insersis kateter
Mencegah iritasi kulit
c. Usahakan WSD berfungsi dengan baik dan aman dengan meletakkannya ebih rendah dari bed pasien di lantai atau troli.
Mempertahankan posisi gaya gravitasi dan mengurangi resko kerusakan ataupun pecahnya unit WSD
d. Lengkapi dengan alat transportasi yang aman bila dibawa ke lain unit untuk pemeriksaan diagnostik
- Sebelum berangkat cek WSD, batas cairan, ada tidaknya gelembung, undulasi ( derajat dan waktunya )
- Yakinkan chest tube dapat di klem atau dilipat dari suction / WSD
Mempertahankan berlangsungnya pengeluaran cairan / udara secara optimal selama transportasi bila pengeluaran cairan dari rongga dada banyak kateter jangan di klem, suction jangan dicabut sebab dapat mengakibatkan adanya akumulasi cairan / udara sehingga timbul gangguan respirasi.
e. Monitor insersi kateter pada dinding dada, perhatikan keadaan kulit di sekitar kateter drainage. Ganti dressing dengan kassa steril setiap kali diperlukan.
Untuk mengetahui keadaan kulit seperti infeksi, erosi jaringan sedini mungkin
f. Anjurkan pasien untuk tidak menekan atau membebaskan selang dari tekanan, misalnya tertindih tubuh.
Mengurangi resiko obstruksi drain atau lepasnya sambungan selang.
g. Kaji perubahan yang terjadi, catat ; beri tindakan perawatan jika :
- perubahan suara bubling
- kebutuhan O2 yang tiba-tiba
- nyeri dada
- lepasnya selang
Intervensi yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
h. Observasi adanya tanda-tanda respirasi distress bila kateter thoraks tercabut.
Pneumothoraks dapat terjadi sehingga timbul gangguan fungsi pernafasan yang memerlukan tindakan emergency

Dx 3. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi
Kriteria evaluasi :
- Menyebutkan penyebab penyakit
- Dapat mengidentifikasi tanda / gejala untuk perawatan / pengobatan lebih lanjut
- Mengikuti program therapi dan menunjukkan adanya perubahan pola hidup untuk mencegah timbulnya / kambuhnya penyakit.

Intervensi keperawatan dan rasionalisasi
Independen
a. Review patologi penyakit dengan klien
Informasi dapat menurunkan kecemasan / ketakutan akibat ketidak tahuan. Pengetahuan mendasari pemahaman akan keadaan adan pentingnya intervensi therapiutik.
b. Identifikasi adanya kekambuhan penyakit / komplikasi
Penyakit paru COPD + malignant merupakan penyebab terjadinya kekambuhan penyakit. Pada klien sehat tapi menderita spontaneus pneumotoraks kekambuhan berkisar 10 – 15%, yang sudah kambuh dua kali resiko untuk menderita kembali sekitar 60%.
c. Review tanda dan gejala yang perlu tindakan medis segera; nyeri dada tiba-tiba, dispnoe, distress respiratory.
Kambuhnya pneumo/hemothoraks memerlukan tindakan medis untuk mencegah/mengurangi terjadinya komplikasi
d. Review pentingnya pola hidup sehat ; nutrisi adekuat, istirahat, latihan.
Mempertahankan kesehatan secara umum dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Read more...

TRAUMA MATA

A. Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara.
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler.
3. Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4. Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.
6. Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.
7. Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).

B. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.
2. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3. Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol
4. Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.

Komplikasi hifema:
a. Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.

b. Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.

5. Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.

6. Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.

7. Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.

8. Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.

9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.

10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.

11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.

12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.

Pengkajian dasar
1. Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
2. Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3. Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
4. Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5. Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6. Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a. Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b. Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c. Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d. Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.

2. Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a. Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b. Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c. Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.

3. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a. Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b. Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c. Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok.
d. Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.

Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA TIROID

Rabu, April 07, 2010

Karsinoma tiroid termasuk kelompok penyakit keganasan dengan prognosis relatif baik namun perjalanan klinisnya sukar diramalkan. Klien dengan Ca Tiroid mengalami stres dan kecemasan yang tinggi. Perawat memperoleh data dasar klien berdasarkan tingkat pengetahuannya mengenai penyakit, coping skills dan dari hubungan keluarga. Perawat menganjurkan klien untuk mengungkapkan rasa takutnya dan mendiskusikan penyakitnya.

Gambaran Histologis
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi:
1. Karsinoma Folikuler.
2. Karsinoma Papilar.
3. Karsinoma Medular.
4. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
5. Lain-lain.
Menurut Mc Kenzi (1971), ada 4 tipe jaringan karsinoma tiroid yang berbeda yang dipakai untuk pelaksanaan sehari-hari, yaitu:
1. Karsinoma Tiroid Papilar.
2. Karsinoma Tiroid Folikular.
3. Karsinoma Tiroid Medular.
4. Karsinoma Tiroid Anaplastik.
Manifestasi klinik awal dari karsinoma tiroid adalah berbentuk menyendiri dan suatu nodul dikelenjar tiroid yang tidak menimbulkan rasa sakit. Tanda dan gejala tambahan tergantung pada ada tidaknya metastase serta lokasi metastase (penyebaran sel kanker) itu sendiri.

1. KARSINOMA PAPILAR
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang perkembangannya lambat dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika tumor terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi parsial atau total.
2. KARSINOMA FOLIKULAR
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama mengenai kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar ke tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai “The Recurrent Laringeal Nerves”, suara klien menjadi serak. Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada saat diagnosa ditetapkan.
3. KARSINOMA MEDULAR
Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari seluruh karsinoma tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50 tahun. Penyebarannya melewati nodes limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga bagian dari penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH, prostaglandin dan serotonin.
4. KARSINOMA ANAPLASTIK
Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker jenis ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti:
- Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring)
- Suara serak
- Disfagia
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-kira 1 tahun setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa karsinoma anaplastik dapat diobati dengan pembedahan paliatif, radiasi dan kemoterapi.

Gambaran Klinis
Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah. Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:
- Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Nodul teraba keras.
- Fiksasi daerah sekitar.
- Paralisis pita suara.
- Pembesaran kelenjar limpa regional.
- Adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang adalah:
- Usia < 20 tahun atau > 60 tahun.
- Riwayat radiasi leher.
- Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
- Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
- Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah adalah: tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan diatas.
Secara klinis karsinoma tiroid dibagi menjadi kelas-kelas, yaitu:
I. Infra Tiroid.
II. Metastasis Kelenjar Limpa Leher.
III. Invasi Ekstra Tiroid.
IV. Metastasis Jauh.
Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar, gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling sering ke paru-paru, tulang dan hati.

Penatalaksanaan
1. Operasi (Tiroidektomi).
2. Radiasi internal/eksternal.
3. Kemoterapi.
4. Hormonal.
5. Lain-lain.

Evaluasi
Dilakukan dengan pemeriksaan sidik seluruh tubuh, dikombinasi dengan pemeriksaan kadar tiroiglobulin (Tg) serum secara berkala pada 3-6 bulan pertama. Tg dipengaruhi oleh TSH dan cenderung meningkat bila masih ada sisa kelenjar tiroid. Kadar Tg kurang dari 1 ng ml selama hormon dihentikan, menunjukkan terapi ablasi telah berhasil. Tg dianggap sebagai pertanda karsinoma tiroid yang cukup sensitif tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan kadar kalsitonin untuk karsinoma medular merupakan petunjuk adanya metastasis.
Evaluasi berkala sangat penting karena karsinoma tiroid yang sudah dinyatakan berhasil ablasinya ternyata setelah 5-10 tahun proses keganasan bisa timbul kembali. Dianjurkan kontrol 1 tahun untuk 5 tahun pertama setelah dinyatakan ablasi total berhasil, kemudian tiap 2 tahun sekali.

Laboratorium dan Radiologi
- DL
- SGOT
- SGPT
- BSH
- > 40 tahun EKG
- Foto Servikal  Foto Thoraks
- BMR (Basal Metabolic Rate)  3 hari berturut-turut pada malam hari.
- Pemeriksaan T3 dan T4.



Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING

Jumat, April 02, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING

A. Pengertian
Secara anatomi tumor laring dibagi atas tiga bagian yaitu supra glotik : tumor pada plika ventrikularis, aritenoid, epiglotis dan sinus piriformis ; Glotis : tumor pada korda vokalis ; Subglotis : tumor dibawah korda vokalis.

B. Patofisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa.Bila kanker terbatas pada pita suara ( intrinsik ) menyebar dengan lambat.Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe.Bila kanker melibatkan epiglotis ( ekstrinsik ) metastase lebih umum terjadi.Tumor supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.

C. Gambaran klinik
Paling dini adalah berupa suara parau atau serak kronik, tidak sembuh-sembuh walaupun penderita sudah menjalani pengobatan pada daerah glotis dan subglotis. Tidak seperti suara serak laringitis, tidak disertai oleh gejala sistemik seperti demam.Rasa tidak enak ditenggorok, seperti ada sesuatu yang tersangkut. Pada fase lanjut dapat disertai rasa sakit untuk menelan atau berbicara.Sesak napas terjadi bila rima glotis tertutup atau hampir tertutup tumor 80%. Sesak napas tidak timbul mendadak tetapi perlahan-lahan. Karena itu penderita dapat beradaptasi, sehingga baru merasakan sesak bila tumor sudah besar ( terlambat berobat ).Stridor terjadi akibat sumbatan jalan napas.Bila sudah dijumpai pembesaran kelenjar berarti tumor sudah masuk dalam stadium lanjut.Bahkan kadang-kadang tumornya dapat teraba, menyebabkan pembengkakan laring. Bila tumor laring mengadakan perluasan ke arah faring akan timbul gejala disfagia, rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga.Apabila dijumpai kasus dengan jelas diatas, khususnya dengan keluhan suara parau lebih dari dua minggu yang dengan pengobatan tidak sembuh, diderita orang dewasa atau tua, sebaiknya penderita segera dirujuk.

D. Stadium
Tergantung keadaan tumor (T), pembesaran kelenjar regional ( N ), dan metastasis jauh ( M ).
Stadium : I : T1 No Mo
II : T2 No Mo
III : T3 No Mo, T2 N1 Mo, T3 N1 Mo
IV : T4 No Mo, semua T N2 M1, semua T semua N dan M.

E. Diagnostic studies
Pemeriksaan laring dengan kaca laring atau laringoskopi langsung dapat menunjukkan tumor dengan jelas.Tempat yang sering timbul tumor dapat dilihat pada gambar.Sinar X dada,scan tulang, untuk mengidentifikasi kemungkinan metastase. Darah lengkap, dapat menyatakan anemi yang merupakan masalah umum. Laringografi dapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan pembuluh darah dan pembuluh limfe., Kemudian laring diperiksa dengan anestesi umum dan dilakukan biopsi pada tumor.Gigi yang berlubang, sebaiknya dicabut pada saat yang sama.

F. Medical Managament
Pada kasus karsinoma laring dapat dilakukan pengobatan dengan radiasi dan pengangkatan laring ( Laringektomi ).Pengobatan dipilih berdasar stadiumnya.Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4.Alasannya mempunyai keuntungan dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan tumor yang sudah lanjut,lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar leher.Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher.Kasus yang ideal adalah pada tumor yang terbatas pada satu pita suara, dan masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat dipertahankannya suara yang normal.Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran sudah mencapai lapisan otot. Jika tumor belum menyebar kedaerah supraglotik atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk.
Penderita dengan tumor laring yang besar disertai dengan pembesaran kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi radikal kelenjar leher.Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada jenis tumor supra dan subglotik.Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna.Laringektomi diklasifikasikan kedalam :
1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita
suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.
2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan satu salah.Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.
3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal.Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
4. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan.Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini.Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990).Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus ( Esofageal speech ), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring.Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.

Read more...

asuhan keperawatan bronchopneumonia

A . PENGERTIAN
Pneumonia adalah : proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Bronchopneumonia adalah proses infeksi akut yang menyerang bronkus paru.
B . ETIOLOGI
1. Bakteri (H influenza)
2. Virus
3. Mycoplasma pneumoniae
4. Jamur
5. Aspirasi (makanan, keroses, amnion, dsb).
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom Loeffler

C. TANDA DAN GEJALA



1. Laki-laki
2. Merokok
3. Gizi kurang
4. Polusi udara
5. Kepadatan tempat tinggal
6. Defisiensi vitamin

Faktor resiko meningkatnya kematian karena pneumonia

1. Tingkat sosio ekonomi rendah
2. Kurang gizi
3. Riwayat merokok berat
4. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
5. Kepadatan tempat tinggal
6. Menderita penyakit kronis
7. Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah

E. PATOFISIOLOGI
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi MO, tingkat kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Factor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung kronik, diabetes mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo, penggunaan antibiotic, dan obat suntik IV serta keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologist : air bronchogram : streptococcus pneumoniae
2. Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit
3. Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy
4. Pemeriksaan Khusus : Titer antibody terhadap virus
G. KOMPLIKASI
 Empiema
 Otitis media akut
 Atelektasis
 Empisema
 Meningitis
H. PENATAKSANAAN
1. Antibiotik
2. Terapi supportif umum

a. Terapi oksigen
b. Humidifikasi dengan nebulizer
c. Fisioterapi dada
d. Pengaturan cairan
e. Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
f. Obat inotropik
g. Ventilasi mekanis
h. Drainase empiema
i. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup

- Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi bronkus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis.
3. Kekurangan volume cairan b. D kegaga;an mekanisme pengaturan
4. Defisit perawatan diri : mandi, makan, toileting berhubungan dengan kelemahan.




Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MULTIPEL FRAKTUR

I. Pengertian.
Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantuing pada jenis trauma,kekuatan, dan arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

III. Patofisiologi.




IV. Klasifikasi patah tulang.
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan tulang denga dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah.
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Patang tulang juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura, patah tulang sederhana, patah tulang kominutif ( pengecilan, patah tulang segmental,patah tulang impaksi ), patah tulang kompresi, impresi dan patah tulang patologis.
Derajat patah tulang terbuka terbagi atas 3 macam yaitu :
1. laserasi < 2 cm bentuknya sederhana, dislokasi,fragmen, minimal. 2. Laserasi > 2 cm kontusi otot diserkitarnya bentuknya dislokasi, fragmen jelas
3. Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya bentuknya kominutif, segmental,fragmen tulang ada yang hilang
Jenis patah tulang dapat digolongkan menjadi :
1. Visura ( Diafisis metatarsal
2. Serong sederhana ( Diaphisis metacarpal )
3. Lintang sederhana ( diafisis tibia )
4. Kominutif ( Diafisis femur )
5. Segmental ( Diafisis tibia )
6. Dahan hijau ( diafisis radius pada anak )
7. Kompresi ( Korpus vertebral th. XII )
8. Impaksi ( epifisis radius distal,kolum femur lateral )
9. Impresi ( tulang tengkorak )
10. Patologis ( Tomur diafisi humerus,kurpus vertebral)


V. Komplikasi patah tulang .
Komplikasi patah tulang meliputi :
1. Komplikasi segera
Lokal :
• Kulit( abrasi l;acerasi, penetrasi)
• Pembuluh darah ( robek )
• Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik)
• Otot
• Organ dalam ( jantung,paru,hepar, limpha(pada Fr.kosta),kandung kemih (Fr.Pelvics)
Umum :
• Ruda paksa multiple
• Syok ( hemoragik, neurogenik )
2. Komplikas Dini :
Lokal :
• Nekrosis kulit, gangren, sindroma kopartemen,trombosis vena, infeksi sendi,osteomelisis )
Umum :
• ARDS,emboli paru, tetanus.
3. Kompliasi lama
Lokal :
• Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis osal )
• Tulang ( gagal taut/lama dan salah taut,distropi reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn pertumbuhan,osteomelisis,patah tulang ulang)
• Otot atau tendon ( penulangan otot, ruptur tendon )
• Saraf ( kelumpuhan saraf lambat
Umum :
• Batu ginjal ( akibat mobilisasi lama ditempat tidur)


VI. Penatalaksanaan patah tulang.
Penatalaksanaan patah tulang mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yang meliputi :
a. Jangan ciderai pasien( Primum Non Nocere).
b. Pengobatan yang tepat berdasarkanb diagnosis dan prognosisnya
c. Sesuai denga hokum alam
d. Sesuai dengan kepribadian individu
Khusus untuk patah tulang meliputi :
4. Reposisi
5. Imobilisasi
6. Mobilisasi berupa latihan seluruh system tubuh.


VII. Asuhan keperawatan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat perjalanan penyakit.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
3. Pertolongan pertama yang dilakukan

4. Pemeriksaan fisik :
 Identifikasi fraktur
 Inspeksi
 Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin)
 Observasi spasme otot.

5. Pemeriksaan diagnostik :
 Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED)
 RÖ
 CT-Scan

6. Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-)
 Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur :
a. Osteomyelitis acut
b. Osteomyelitis kronik
c. Osteomalacia
d. Osteoporosis
e. Gout
f. Rhematoid arthritis
PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
DATA SUBYEKTIF
 Data biografi
 Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi.
 Cara PQRST :
o Provikatif (penyebab)
o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
o Timing (kapan mulainya)

 Pengkajian pada sistem lain
o Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
o Riwayat dirawat di RS
o Riwayat keluarga, diet.
o Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
o Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll.

DATA OBYEKTIF
 Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
 Bandingakan dengan sisi lainnya.
 Pengukuran kekuatan otot (0-5)
 Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
 Kyposis, scoliosis, lordosis.

PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. X-ray dan radiography
2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen). Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi bone graf).
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-anak sebelum operasi epifisis).
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)

MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI
1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.
• Berdampak luas pada aspek psikososial klien.
• Klien membutuhkan imobilisasi → menyebabkan spasme otot dan kekakuan sendi
• Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi :
- Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi)
- Pinggul (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi)
- Lutut (ekstensi)
- Jari-jari kaki (ektensi, fleksi)

2. Nyeri; tindakan keperawatan :
• Merubah posisi pasien
• Kompres hangat, dingin
• Pemijatan
• Menguragi penekanan dan support social

• Apabila nyeri di sendi, perlu dikaji :
- Kejadian sebelum terjadinya nyeri
- Derajat nyeri pada saat nyeri pertama timbul
- Penyebaran nyeri
- Lamanya nyeri
- Intensitas nyeri, apakah menyertai pergerakan
- Sumber nyeri
- Hal-hal yang dapat mengurangi nyeri.

3. Spasme otot
• Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)
• Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.

• Tindakan keperawatan :
a. Rubah posisi
b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut
c. Berikan ruangan yang cukup hangat
d. Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan aktivitas pergerakan selama tidur
e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program

INTERVENSI
1. Istirahat
• Istirahat adalah intervensi utama
• Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
• Pemasangan bidai/gips.

1. Kompres hangat
• Rendam air hangat/kantung karet hangat
• Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan

• Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah :
o Perlunakan jaringan fibrosa
o Membuat relaks otot dan tubuh
o Menurunkan atau menghilangkan nyeri
o Meningkatkan suplai darah/melancarkan aliran darah.

2. Kompres dingin
• Metoda tidak langsung seperti cold pack
• Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic
• Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma
• Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot
• Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis
• Tidak sampai > 30 menit.

Read more...

TONSILRINOSINUSITIS

A.Definisi
Sinusitis adalah radang sinus paranasal.
Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa.
Tonsilitis adalah radang pada tonsil. Biasanya menyerang anak 2-5 tahub penularan melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasi.

B.Etiologi
Sinusitis akut karena infeksi traktus respiratorius atas, terutama infeksi virus atau eksaserbasi rinitis alergika. Kongesti nasal yang disebabkan inflamasi, edema, dan transudasi cairan, menyebabkan obstruksi rongga sinus. Kondisi ini memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Organisme bakteri bertanggung jawab terhadap lebih besar 60 % kasus sinusitis adalah Streptococcus pneumoniaea, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus.
Sinusitis Kronis disebakan oleh obstruksi hidung kronik akibat rabas dan edema membran mukosa hidung.
Rinitis dikelompokkan sebagi rinitis alergik dan non alergik. Rinitis non-alergik disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral (common cold) dan rinitis nasal dan bacterial, masuknya benda asing kedalam hidung: deformitas structural, neoplasma, dan massa; penggunaan kronik dekongestan nasal; penggunaan kontrasepsi oral, kokain, dan antihipertensi.
Rinosinusitis akut disebabkan oleh bakteri, virus dan jarang jamur.
Tonsilitis disebabkan oleh Corynebacterium diphteriase.

C.Tanda dan Gejala
1.Nyeri tekan daerah sinus saat dipalpasi.
2.Suhu subfebril
3.Nyeri tenggorok
4.Nyeri kepala
5.Tidak nafsu makan


D.Pemeriksaan Penunjang
1.Rontgen
2.Kultur
Kultur tenggorok mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang bertanggung jawab terjadinya faringitis dan adanya infeksi saluran pernafasan bawah.
3.Biopsi
Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring dan saluran hidung.
4.Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan termasuk rontgen jaringan lunak dan MRI dilakukan untuk menentukan keluasan infeksi dalam sinusitis.

E.Penanganan
1.Bedah intranasal untuk sinusitis frontal kronik
2.Operasi Caldwell Luc : operasi untuk sinusitis maksilaris.
3.Pembedahan : Eksisi, Kauterisasi polip.
4.Mengurangi nyeri
5.Antibiotik

F.Komplikasi
1.Sepsis
2.Abses peritonsilar
3.Otitis media
4.Meningits
5.Abses otak
6.Osteomielitis

G.Diagnosa Keperawatan utama dapat mencakup:
1.Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
2.Nyeri yang berhubungan agen injury : fisik
3.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas sekunder akibat infeksi
4.Defisit volume cairan berhungan dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam
5.Defisit pengetahuan mengenai pencegahan infeksi pernafasan atas, regimen pengobatan, prosedur khusus, atau perawatan pascaoperasi.

Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST LARINGEKTOMI

Sabtu, Februari 06, 2010

A.Pengertian
Laring adalah kotak kaku yang tidak dapat meregang, laring mengandung ruang sempit antara pita suara (glottis) dimana udara harus melewati ruangan ini. Carcinoma laring adalah keganasan pada laring

B.Anatomi laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trachea. Fungus utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi dari benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut ebagai kotak suara dan terdiri atas:

1.Epiglotis: ostium katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
2.Glotis: ostium antara pita suara dan laring
3.Kartilago tiroid: kartilago terbesar pada trachea, sebagian dari kartilago membentuk jakun (Adam’s apple)
4.Kartilago krikoid: satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak dibawah kartilago tiroid)
5.Kartilago critenoid: digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
6.Pita suara: ligamen yang terkontrol oleh gesekan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring.


C.Etiologi:
-Tidak diketahui
-Berhubungan dengan karsinogen: tembakau, alcohol, polusi industri
-Laringitis kronis
-Penggunaan suara berlebihan herediter
-Herediter
-Laki-laki lebih banyak dari pada wanita
-50-70 tahun
-squamous cell carsinoma


D.Tanda dan Gejala
-Serak yang menetap
-Bengkak/benjolan ditenggorokan
-Disfagia
-Nyeri ketika bicara
-Rasa terbakar di tenggorokan saat menelan cairan panas
-Dyspnea, lemah
-BB menurun
-Pembesaran kelenjar limfe
-Nafas bau

E. Pemeriksaan diagnostik
-Laryngoskopi
-Biopsi
-CT scan
-Rongen dada
-Pergerakan pita suara

SELENGKAPNYA DOWNLOAD DISINI

Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

A.PENGERTIAN
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam mikro organisme, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

B.KLASIFIKASI
Berdasarkan anatomiknya, pneumonia dibagi atas pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitial (bronchitis).
Berdasarkan etiologinya, dibagi atas;

1.Bakteri
•Pneumokok, merupakan penyebab utama pneumonia. Pada orang dewasa umumnya disebabkan oleh pneumokok serotipe 1 samapi dengan 8. Sedangkan pada anak-anak serotipe 14, 1, 6, dan 9. Inseiden meningkat pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.

•Steptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain, seperti morbili dan varisela atau komplikasi penyakit kuman lainnya seperti pertusis, pneumonia oleh pnemokokus.

•Basil gram negatif seperti Hemiphilus influensa, Pneumokokus aureginosa, Tubberculosa.

•Streptokokus, lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif, resisten terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti; abses paru, empiema, tension pneumotoraks.

2.Virus
•Virus respiratory syncytial, virus influensa, virus adeno, virus sistomegalik.

3.Aspirasi

4.Pneumonia hipostatik
•Penyakit ini disebabkan tidur terlentang terlalu lama.

5.Jamur

6.Sindroma Loeffler.


C.PATOFISIOLOGI
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi mikro organisme, tingkat kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung kronik, diabetes mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran.
Juga adanya tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo, penggunaan antibiotic, dan obat suntik IV serta keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.


SELENGKAPNYA DOWNLOAD DISINI

Read more...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KEMOTERAPI

A.Definisi
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker atau menghambat proliferasi sel-sel kanker dan diberikan secara sistematik. Obat anti kanker yang artinya penghambat kerja sel. Untuk kemoterapi bisa digunakan satu jenis sitostika. Pada sejarah awal penggunaan kemoterapi digunakan satu jenis sitostika, namun dalam perkembangannya kini umumnya dipergunakan kombinasi sitostika atau disebut regimen kemoterapi, dalam usaha untuk mendapatkan hasiat lebih besar

B.Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1)Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2)Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3)Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4)Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.

C.Pola pemberian kemoterapi
1)Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2)Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3)Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4)Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.


D.Cara pemberian obat kemoterapi.
1)Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.

2)Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

3)Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.

4)Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

5)Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.

6)Topikal
7)Intra arterial
8)Intracavity
9)Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

SELENGKAPNYA DOWNLOAD DISINI

Read more...

tokoh keperawatan berkata:

Menurut Martha. E. Rogers, untuk mengadakan suatu perubahan perlu ada beberapa langkah yang ditempuh sehingga harapan dan tujuan akhir dari perubahan dapat dicapai . Langkah-langkah tersebut antara lain :
Tahap Awereness,
Tahap ini merupakan tahap awal yang mempunyai arti bahwa dalam mengadakan perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah apabila tidak ada kesadaran untuk berubah, maka tidak mungkin tercipta suatu perubahan
Tahap Interest
Tahap yang kedua dalam mengadakan perubahan harus timbul perasaan minat terhadap perubahan dan selalu memperhatikan terhadap sesuatu yang baru dari perubahan yang dikenalkan. Timbulnya minat akan mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah
Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak terjadi hambatan yang akan ditemukan selama mengadakan perubahan. Evaluasi ini dapat memudahkan tujuan dan langkah dalam melakukan perubahan
Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap sesuatu yang baru atau hasil perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai dengan kondisi atau situasi yang ada, dan memudahkan untuk diterima oleh lingkungan
Tahap Adoption
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap sesuatu yang baru setelah dilakukan uji coba dan merasakan adanya manfaat dari sesuatu yang baru sehingga selalu mempertahankan hasil perubahan.

banner_ku

Image and video hosting by TinyPic

Tukar Banner

Tukeran link



Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali

Image and video hosting by TinyPic

banner blog-blog lainnya

Image and video hosting by TinyPic http://bengawan.org/

among us

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP